Semakin hari selalu ada perubahan, lebih tepatnya dituntut untuk berubah beradaptasi dengan kejadian-kejadian baru. Berbagai persoalan yang harus diselesaikan dengan cara-cara baru menjadikan kita terus bergerak membuat sebuah inovasi. Salah satunya di sektor pendidikan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Datangnya pandemi covid-19 menjadi waktu yang paling tepat untuk melahirkan inovasi-inovasi baru salah satunya pada peralihan pembelajaran yang semula dilakukan secara tatap muka langsung beralih menjadi tatap muka terbatas melalui sambungan internet. Tentunya ini menjadi awal yang bagus untuk mengembangkan sistem pembelajaran. Sementara itu, akan datang dunia virtual yang meniru seluruh realita yang dikenal sebagai Metaverse.
Inovasi yang hadir memberikan sebuah ide untuk menjalankan proses pembelajaran melalui kelas virtual. Beberapa contoh kelas virtual yang telah ada yaitu Kumospace, Gather Town, VR World yang mengusung konsep metaverse secara sederhana. Berbeda dengan Google Classroom, Google Meet maupun Zoom yang sebatas hanya digunakan untuk media berkomunikasi secara sederhana. Kendati demikian, penggunaan ruang kelas maya pun menjadi sebuah tantangan baru bagi pengajar, pebelajar dan instansi yang menyelenggarakan pembelajaran secara virtual atau maya. Inovasi ruang digital tersebut semata - mata untuk untuk menghilangkan batasan ruang dan waktu antar pengajar dan pebelajar.
Pembelajaran secara maya/virtual ini tentunya menimbulkan statement pro dan kontra. “pembelajaran jarak jauh akan terasa semakin nyata, yang mana guru dan murid dapat berkomunikasi secara langsung dalam dunia virtual. Dunia virtual juga pada dasarnya bersifat tidak terbatas jadi tidak ada batasan dalam melakukan pembelajaran” ujar Saudara Maula Azkia Setiakarnawijaya. Seamless learning merupakan kata yang cocok untuk menggambarkan pendapat Saudara Maula. Alih - alih Pembelajaran virtual yang awalnya untuk menghilangkan batasan akan ruang dan waktu antar komponen pembelajaran, bisa saja menjadi hal yang malah menyulitkan untuk dilakukan jika tidak dipersiapkan dengan mata. Hal tersebut juga diutarakan oleh Mahasiswa TEP 2021 “Tidak ada yang lebih baik dari pembelajaran konvensional, juga penggunaan teknologi yang belum merata menyulitkan pembelajar”
Sebagai mahasiswa di Departemen Teknologi Pendidikan, ini merupakan celah yang dapat dimaksimalkan mungkin berupa inovasi untuk meningkatkan kualitas dari pembelajaran yang dilakukan saat ini untuk memperbaiki langkah sebelumnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Wakil Ketua BEM FIP yang pernah menjabat sebagai Ketua HMJ Teknologi Pendidikan 2021 yaitu Saudara Fais Nabila bahwa “celah ini merupakan ajang untuk menunjukkan eksistensi dari jurusan teknologi pendidikan. Kita dapat menunjukkan peran kita kepada khalayak terkait urgensi atau fokus utama dari jurusan teknologi pendidikan”
(Chandrina/Rengga)